latest Post

Hidup (Bukan) Pilihan




Seberapa banyak dari kita yang terus menerus membicarakan masa depan?

 “Nanti gue kalo kerja di perusahaan..”
“Kalo nanti pas kuliah sih gue nggak mau muluk-muluk, yang penting..”

Itulah mungkin kalimat yang sering kita dengar atau bahkan yang keluar dari mullut kita dalam obrolan. Semuanya terlihat sempurna, ceteris paribus, seakan semuanya diasumsikan dalam keadaan konstan dengan yang ada sekarang. Padahal berapa banyak dari teman dan kerabat yang gagal akibat keadaan yang berubah tiba-tiba seratus delapan puluh derajat sehingga memaksa dia mengubah arah hidupnya.

Terus maksud lo apa? Mau kita nggak boleh bermimpi gitu? Udah terima nasib aja?

Ya enggak juga, what am I tring to say here kenapa ya kita cenderung mengeneralisir semua aspek dalam hidup. Lebih menyedihkan mana, kita ribut karena nggak bisa nerima perbedaan SARA? Atau kita ribut karena nggak bisa nerima perbedaan standar bahagia orang lain?

Yah dasar Cuma PNS! Hidup mati dari makan gaji, stuck di hidup yang cuma gitu-gitu doang.
Lah emang lo jadi entrepreneur berhasil? Usaha baru gerobak gitu doang aja udah belagu.

Keributan soal target hidup masing-masing itu mungkin yang sering kita dengar disekitar. Mungkin ini efek negatif kemajuan teknologi? Jadinya kita sering mengsetting kebahagiaan yang menurut kita ideal ketika dilihat dari kebanyakan orang. Padahal masing-masing pribadi pasti punya standar bahagia yang berbeda-beda.

Ditambah, sering kali lupa siapa diri kita, bahwa banyak dari kita yang memiliki masa lalu yang berbeda-beda, berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, yang kebanyakan justru masa lalu itu yang sering kali banyak membentuk diri kita dimasa depan. Mungkin ini juga efek dari pola belajar dalam pelajaran Sejarah yang membosankan saat di sekolah. Jadinya kita cenderung mengambil pelajaran praktis dari masa lalu tanpa bisa memahami pola terjadinya situasi yang membentuk diri kita sekarang. Padahal apapun masa lalu dan latar belakang tersebut, menjadi penting bagi kita untuk bisa mengambil pelajaran dari semua aspek.

Hidup yang Bukan Pilihan
Seringkali hidup yang ada bukan hidup yang kita pilih, menjadi pemulung bukan impian setiap orang, tapi orang itu harus tetap survive karena ada anak dan istrinya yang harus dihidupi sehingga ia harus terpaksa memulung. Apalagi dengan lo tambah-tambah labeling  pekerjaan kotor, rendahan etc. justru nggak akan memperbaiki keadaan.

Adriano Qalbi dalam salah satu Podcastnya, gue lupa episode berapa, kayaknya pas tahun baru pas dia lagi ngomongin liburan di daerah terpencil. Dia ngeliat situasi daerah tersebut, jauh dari standar hidup yang orang-orang kebanyakan dapetin. Sampe-sampe pas dia nyasar dia nggak bisa balik dan buka GPS karena sinyal nggak ada, dan anak-anak di daerah situ harus sekolah berkilo-kilo meter jauhnya karena sekolah setingkat SMP-SMA cuma ada di pusat kota.

Masih menganggap hidup adalah pilihan buat orang-orang seperti mereka? Masih mau memaksakan kebahagian yang lo dapetin buat mereka juga? How?

Setiap orang sedang menjalani proses menuju bahagianya masing-masing. Semua omongan, pertanyaan, candaan kita buat mereka nggak akan membantu sama sekali. Bisa jadi hidup yang mereka sedang jalani bukan pilihan mereka, tapi mereka terus mencoba bahagia aja dengan sedikitnya pilihan hidup yang ada.

Soe Hok Gie pernah bilang, yang menurut gue relevan juga dalam mengejar kebahagiaan hidup

Hanya ada 2 pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka

Kita nggak bisa lari dari sedikitnya pilihan hidup yang ada, dan nggak bisa juga memaksakan bahagia orang lain untuk diri kita. Tapi kita bisa memilih bahagia, bersyukur karena kita bisa udah sampe dititik yang sekarang, bahagia tanpa membutuhkan pengakuan orang lain, sungguh sebuah hidup yang merdeka.

------------
Oh iya, ngomong-ngomong ini blog baru gue, sedang belajar menuangkan pikiran gue yang liar dan butuh wadah untuk dimuntahin. Insya Allah gue bakal seminggu sekali berbacot ria disini, tentang apapun yang gue resahkan, mulai dari keganjilan yang gue liat di masyarakat, pandangan gue soal hidup, politik atau apapun.Menulis adalah bekerja untuk keabadian kalo kata Om Pram, tapi gue nggak mau abadi, gue cuma nggak mau gila aja karena sering ngomong sendiri.Kalo lo suka, silahkan share dan kasih komentar dibawah, mari bangun diskusi yang cerdas. Enggak? Komen aja dibawah apa yang kuranf biar nanti bisa gue tulis dengan lebih baik.

About Unknown

Unknown
Recommended Posts × +

2 komentar:

  1. Jadi inget tulisan Soe Hok Gie yg lain : yg paling beruntung adalah yang tidak pernah dilahirkan, atau dilahirkan tapi mati muda., karena mungkin smakin tua seseorang standar kebahagiaan juga jadi makin tinggi..
    Sudah bagus, tp mungkin diperkuat PoV nya. Semangat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai ini Yanti ya? Wah makasih sudah berkunjung!
      Kalo menurutku, semakin tua maka akan semakin realistis dengan keadaan. Mati muda lebih baik menurut Gie karena paling tidak kita mati dalam keadaan masih idealis.
      Hahahaha entahlah

      Hapus